Jumat, 08 Juli 2011

Pencari Hakikat

I.  Merantau Sejak Dalam Kandungan


Saat fajar mulai memecah sinar dari ufuk timur, kicauan burung-burung meramaikan angkasa. langit biru tampak terlihat, pagipun datang menyapa semua mahluk yang tertidur. pagi itu, tepat pada jum'at 15 november 1987, suara bayi mungil baru terdengar dari dalam serambi. wajah lugu sang bayi melukiskan senyum pada sanak famili. betapa bahagia ayah bayi itu, karena harapannya telah terpenuhi. penantian 9 bulan sang ayah tidak sia sia, hingga asa pun terwujud. bayi itu dinamakan arif talaohu. kedatangan bayi itu dalam keluarga sederhana ini, turut membawah cahaya harapan untuk ayahnya bisa kembali ke kampung halaman. tak disadari, anak bayi itu sudah merantau sejak dalam kandungan. berpuluh tahun ayahnya setia mendampingi ibunya ditanah rantau tempat ibunya dilahirkan, hingga membuat ayahnya tak tega meninggalkan mertunya sendirian. sabar, ikhlas menjalani hari hari jauh dari keluarga, sang ayah harus bisa bertahan. 

waktu terus bergulir, hari demi hari, keluarga itu harus bertarung menantang pahitnya hidup. sang ibu, sesuai rutinitas berangkat ke sekolah untuk mengajar, ayahnya pun menjalani profesi mandor diperusahan konstruksi. ary mulai tumbuh besar, dari merangkak sampai mampu bertumpu diatas kaki sendiri. mereka hidup dalam kesederhanaan, 3 kakaknya pun gembira menemani adik bungsu mereka bermain main.

kehidupan mereka sangat jauh dari kultur dan adat istiadat ayahnya. 4 bersaudara itu tumbuh besar dengan budaya leluhur ibunya, hingga mereka tak pernah menyentuh sedikitpun kearifan warisan ayahnya. ini yang membuah gundah perasaan ayah mereka. keharusan untuk bisa kembali menjalani hari tua, akhirnya memaksa sang ayah menabur harapan pada perjalanan si bungsu agar kelak dia bsia membawa ketiga saudaranya kembali menikmati dan melakoni kearifan leluhur mereka. sunatan kedua kakak nya pun dilakukan dengan adat istiadat leluhur ibunya. ayahnya resah, dan makin gelisah karena tak punya otoritas atas kehendak ibunda yang dikasihinya. 


waktupun berlajan seperti adanya, zaman bertambah maju, umur pun mulai menua. hingga batas harapan tak lagi bisa diwujudkan. ary mulai duduk dibangku pendidikan. seperti anak anak lainya, menikmati suasana keramaian dilingkungan sekolah. belajar bersama serta becanda dengan anak-anak sekelasnya. dibangku sekolah dasar, ary sudah menunjukan kepiawaiannya dengan logika, berpikir keras untuk bsia memecahkan suatu maslah ataupun mengejar yang dia sukai. ini yang membuat dia selalu mencoba memahami apa yang ganjal dipikirannya. 


satu saat momentum kesadaran berbudaya sesuai titah leluhurnya itu muncul dalam benak ary. ketika itu dia di daftarkan pada perlombaan lukis siswa tingkat SD sekecamatan. seleksi ketat hingga akhirnya ary dan keempat temannya mewakili sekolah mereka dalam perlombaan tersebut. mm "pilihan yang sulit untuk seleksi siswa siswa berbakat"..ujar guru keseniannya. namun merekalah yang terbaik dari semua kandidat yang ada. setelah terpilih, ary kemudian mulai mencari-cari ide untuk dijadikan konsep lukisan diperlombaan nantinya. "huuuff .. apa kira-kira ide unik ya" kata ary. . . berjalan sembari menerawang, akhirnya dilihat suatu obyek yaitu patung yang berbentuk tarian adat cakalele. "wah.. kayanya gambar manusia menari cakalele lebih bagus", bagi dia jangkauan anak seumuran dia tidak mungkin berpikir tentang konsep tarian adat hingga dia jadikan ide itu sebagai konsep lukisan pada perlombaan esok.
malam sebelum menjelang lomba, ary bincang bincang dengan ayahnya....
ary : pak...besok ary mau ikut lomba lukis nie?
Ayah: memangnya adek (ary),udah bisa melukis?
Ary : wah, jangan anggap remeh donk yah, ary bsia ciplak foto papa loo..
ayah: mank bisa, coba buktiiin ke bapak skr..


ary pun mengiyakan untuk membolehkan kepiawaiannya melukin didepan ayah. mengikuti foto ayahnya sendiri... "kasih waktu 30 menit pak"..ujar si ary.


Ayah : iya, bapak kasih waktu sampe selesai. anggap aja bapak juri ya dek..hihihi
Ary : ah ga bisa, entar kalau foto papa jelek malah nilainya buruk lagi..papa kan ga bisa menilai dengan mata seniman..!!
Ayah: iya iya


setelah 30 menit kemudian, dia pun menyelesaikan ciplakan foto ayahnya. sang ayah terkesima, sekalipun tidak mirip, namun untuk ukura nak kecil dia mampu membuat gambar sebagus ini. pikir ayahnya... "ary bagus, ayah suka.. kalau di kasih nilai, dapat 100"...kata ayahnya..


Ayah : " jadi besok ary punya ide apa yang mau di gambar saat perlombaan".
Ary : " jadi gini papa, ary ingin gambar tarian adat cakalele seperti patung di samping rumah raja".
Ayah: "boleh juga tuh, kebetulan tarian itu juga ada di kampung papa".
Ary : " mank disana ada pa? kok papa ga pernah cerita? ceritain donk, sapa tau ary juga bisa gambar".


kemudian karena sang ayah melihat keingin-tahuan sang anak akan adat negerinya, ayahnya pun bercerita tentang adat cakalele dikampung leluhur ayahnya. setelah selesai bercerita, arypun tertarik untuk menjadikannya sebagai tema lukisan dilomba nanti. dia dapat gambaran ilustrasi ayahnya hingga tidak tidur hanya untuk berimaginasi mewujudkan cita rasa kearifan dalam gambar. 


malam makin larut, bulan terus bersinar menerangi bumi dalam kegelapan di ramaikan gemerlapnya bintang-bintang di angkasa. ary tertidur, setelah menyelesaikan gambarnya. sang ayah pun menengoknya diruang belajar. ada satu perasaan kuat dari ayahnya melihat hasil lukisan anaknya, sambil bicara sendiri "ini sudah jadi panggilan darah anak adat". ada sedikit harapan kuat, ayahnya makin yakin harapannya mampu tersalurkan lewat anak bungsunya.


matahari pagi kembali menebar kehidupan disemesta raya, tumbuh-tumbuhan menyambut berkah ilahi dengan sujud syukur nikmat atas karunia khalik. pagi itu terdengar alarm jam dinding, menandakan pukul 07:00 WIT, si ary bangun bergegas menuju kamar mandi. karena perlombaan akan segera dimulai dua jam kemudian. setlah mandi dan sarapan, ary langsung menuju sekolah. diperjalanannya, dia selalu terpikirkan dengan konsep yang akan dibawakan pada perlombaan nanti. senang dengan keunikan konsepnya, namun disisi lain dia juga sedih belum pernah lihat langsung pertunjukan tarian adat dinegeri bapaknya. tapi dia coba menyembunyikan perasaanya itu, berusaha konsentrasi pada gagasan dia anggap matang. 


suara sorak sorak meramaikan arena sekolahan, iring-iringan musik jadi pertunjukan untuk pelepasan kandidat lomba lukis. wajah ceria nampak pada para peserta, sembari sambil bicara soal tema apa yang hendak dibawa oleh masing-masing kandidat.


Bersambung................................................





0 komentar:

Posting Komentar