Minggu, 04 Desember 2011

ALAM WUJUD CINTA

(Fatwa Alam 1)

Katakanlah : “perhatikan apa yang ada dilangit dan bumi”.(QS.Yunus :101)
Dalam sejarah pemikiran manusia, alam menjadi topic utama dari pembahasan para filosof yunani clasik Sebagian besar manusia kala itu hanya berkutat pada maslah kekayaan dan jabatan atau bisa dibilang hal-hal praktis dari kehidupan.  hanya beberapa orang yang  sadar (bukan mitos) dengan fenomena-fenomena alam . kesadaran mereka menggiring pada satu titiuk permasalahan penting yang memerlukan jawaban rasional    Upaya mereka melahirkan berbagai pernyataan dan pertanyaan yang harus diselesaikan oleh penghuni alam (khususnya manusia sebagai mahluk berpikir). misalnya : Dari mana datangnya dunia? kenapa kita ada didunia? Dari mana kita? Untuk apa kita disini? Dan mau kemana setelah mati? Hal ini yang mendorong para filosof untuk bekerja keras (berpikir) memecahkan sekian pertanyan tersebut. dari proses itulah lahirlah Banyak teori terkait dengan Epistemologi alam.
Berawal dari thales membuat pernyataan bahwa “yang terpenting adalah Air”. Thales berpendapat bahwa air adalah substansi dasar yang membentuk segala hal lainnya. Bumi pun menurut dia terapung diatas air. Anaximander memiliki argument lain untuk membuktikab bahwa bumi bukan subtansi dasarnya adalah air. Dia sendiri berpendapat bahwa unsure pembentuk alam adalah ada tanah, ada api, dan ada air. Masing-masing harus ada dalam takaran tertentu dalam pembentukan alam.  Sedangkan anaximenes berpendapat bahwa unsure pembentuk alam adalah udara. Obyek/benda dialam ini subtansinya berasal dari udara. Perbedaanya adalah kuantitas subtansi pada obyek tersebut. Berbagai hipotesis diutarakan hingga berakhir pada pendapat demokritus yang mengatakan bahwa bumi tercipta dari partikel-partikel kecil yaitu Atom. Teori ini bertahan lama dan diabad-abad berikutnya ditemukan bahwa ternyata atom bisa dibagi-bagi menjadi electron,neutron dan proton. Ini sejarah singkat tentang bagaimana pengaruh alam dalam sebagai sumber pengetahuan bagi manusia.
Sampai hari ini, kita masih bisa menemukan perdebatan-perdebatan seperti itu. Perkembangan aliran pemikiran menjadikan manusia memiliki banyak pilihan untuk menentukan nilai (aksiologi) yang hendak dipakai untuk memandang dunia. Jatuhnya pilihan pada suatu nilai (aksiologi) merupakan satu proses panjang. Beragam macam Nilai atau ideology yang dianut memiliki cara pandang dunia /alam (Ontologi) . Sehingga Nilai-nilai tersebut diyakini menjadi kebenaran mutlak (bagi penganutnya). Pembakuan nilai-nilai tersebut manjadi suatu bencana baru bagi peradaban manusia. Awalnya hanya sebatas pertarungan gagasan dan pemikiran, berujung pada upaya saling mendominasi. Salah satu nya adalah Perang dunia I dan II. Itu merupakan effek dari pertarungan nilai yang dianut oleh manusia. Pada titik ini, kita tak bisa memponis siapa yang salah dan siapa yang benar. Mana yang harus dianut dan mana yang harus dihindari. Tergantung sejauh mana kontektual Ide (nilai) terhadap realita di lokalitas masing-masing.
diIndonesia, sebagian besar nilai yang dianut oleh rakyat terkesan tidak konteks dengan kondisi realitasnya. Paham marxis, nilai yang hendak dicapai adalah masyarakat tanpa klas. Karena bagi mereka (kaum marxis) system klaster dalam tatanan social merupakan satu bentuk penindasan dan subordinasi atas kehendak bebas manusia. Lantas yang jadi peertanyaan? Bagaimana bentuk pengklasifikasian kelas dalam pengertian marxisme? Hubungan kerja antara Pekerja (proletariat) dan Pemilik Usaha (borjuis) dalam suatu pabrik. Bagiku syah-syah saja, itu konteks dengan realitas eropa di abad 17 yaitu revolusi indurstri. Namun di Indonesia bukan Negara industry, yang ada hanyalah masyarakat petani dan nelayan. Dan sebagian besar memiliki tanah garapan (kebun) serta kapal pribadi untuk mencari ikan. Itu artinya kurang tepat jika komunisme hendak dipaksakan di Indonesia. Begitupun kapitalisme yang dibawah oleh kaum penjajah. Dalam etika protestan karya max weber, disana dikatakan bahwa yang kaya memiliki peluang lebih besar untuk mendapat kehidupan sejahtera di dunia dan diakhirat. Yang akhirnya missi keagamaan berapih ke missi pengumpulan harta dengan motif penjajahan serta politik adu domba (devide at impera). Salah satu kapitalisme adalah akumulasi modal sebesar-besarnya. Artinya dengan pengeluaran sedikit dan mendapat pemasukan yang sebesar-besarnya. Sehingga apapun dihalalkan untuk memperoleh keuntungan besar. Motif inipun tak sejalan dengan prinsip masyakat Indonesia yang kaya akan nilai kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan. Itu adalah salah satu bentuk pemaksaan sebuah nilai  (benar secara pemahaman) belum tentu konteks pada dengan realita. Apa yang terjadi dengan pemaksaan Nilai yang tidak konteksual di indonesia? Ada  pembantaian missal 1965 G 30 Sep, Perang Seroja, peristiwa malaria, dll. benturan nilai yang terjadi melahirkan ketidak-nyamanan, mengancam perdamaian, merusak kesepakatan, dan lain sebagainya. Peritiwa-peristiwa tersebut bertum,pu pada cara pandang yang dianut oleh manusia-manusia. Ada yang bertindak atas nama tuhan, ada pula yang berbuat untuk uang, dan ada yang berbicara atas nama ideology.  Semua itupun memakan banyak korban. Sementara yang Awam Berharap perdamaian abadi dan keadilan social, namun selalu tak mampu diwujudkan.

II.  Ketika tidak ada satupun Ideologi (Nilai) yang relevan?
Keterbatasan pemahaman kita terhadap alam, tidak serta merta menjadikan alam itu kerdil. (ary Toteles)
Dunia jika dipandang dari kaca mata cinta, maka yang tampak adalah sebuah kesatuan utuh dan tidak terpisahkan. Kita mampu membaca keberadaan wujud dan hakikat untaian ayat-ayat suci dalam gerak alam semesta.
Dengan cinta, kita berusaha lebih banyak menjadi mahluk pemikir untuk memahami sekian misterius yang belum terpecahkan secara filosofis. Terkadang kita lupa dengan keberadaan mahluk lain disekitar kita. Ke-aku-an sebagai manusia terlalu tinggi hingga  tak mampu melihat keberadaan sesame - mahluk lain dalam perspektif cinta aku sebut sebagai sesame yang menjadi bagian dari cinta.
 “ kita berbeda dalam segala hal kecuali dalam cinta…(soe hok  gie)”.
Kata-kata itu semestinya ditujukan untuk seorang kekasih, namun aku lebih senang jika kita gunakan kata-kata itu sebagai suatu asas atau dasar pijakan. Dalam untaian kalimat itu, Gie sedang berkata pada seluruh umat manusia bahwa kita belum mempunyai satu alternative perekat selain cinta. Karena dalam cinta, kita mampu menembus lapisan pembeda dalam masyarakat dan tidak ada sekat antara kita, tidak ada perbedaan diantara kita, sehingga yang tersisa adalah eksistensi cinta dalam masyarakat.
Cinta yang sering dipahami dalam konteks berhubungan khusus (asmara) antara “lawan jenis maupun sesame jenis”  adalah pemaknaan sempit atas cakrawala cinta itu sendiri. Karena cinta dalam makna ini akan menemukan inkonsistensi makna. Disatu sisi, semua manusia sepakat bahwa kata “cinta” harus sebagai nilai  pada diri manusia dan tak jarang di pahami sebagai  mantra perdamaian. Sehingga memperoleh ruang lingkup yang lebih luar.  disisi lain, jika kita mengamati pemahaman cinta dalam konteks “asmara”, tak jarang terjadi pendistorsian dan pendangkalan oleh subyek (pelaku asmara).  Hal ini terjadi karena salah memahami  makna cinta secara universal (pada pengertian pertama). Banyak mengatakan cinta itu virus mematikan, ada juga berpikir  cinta itu hanya membawa bencana. Biasanya bahasa-bahsa itu muncul ketika terjadi keretakan hubungan.  Disinilah inkonsistensi yang terjadi ada pemahaman cinta oleh sebagian besar manusia. Kegagalan dalam Upaya untuk memiliki sesuatu yang dicintai, akan megakibatkan rasa sakit. Sehingga muncul istilah cinta itu menyakitkan. Padahal jika kita tela’ah secara jujur, cinta itu sendiri tak pernah berwujud. Lantas bagaimana cinta itu bsia menyakitkan? Bukankah sakit itu perspektif dari diri kita sendiri? Jelas rasa sakit itu lahir dari persfektif kita terhadap kegagalan kita mengejar cinta (sesuatu yang kita suka). Sesuatu itu sendiri bukan hakikat dari cinta.
Problem pemaknaan cinta pada episode asmara saja yang hanya melahirkan kekeliruan. Selain dari problem itu, aku piker cinta lebih konteks untuk semua manusia dimanapun dan kapanpun. Tidak dibatasi pada ras, agama, dan Negara.  Disini kita akan melihat bahwa cinta melampaui apa yang kita pahami. Keterbatasan kita tak akan membatasi ruang lingkup cinta. Karena itu adalah satu nilai tanpa batas dan tidak mampu dibatasi. Seperti keberadaan kita di alam semesta. Dari pijakan kaki, pulau, benua, sampai planet, dan galaksi. Kita tak mampu menjangkau semuanya dengan keberadaan materi yang terbatas. Apakah cinta masih relevan untuk dijadikan alternatif bagikegagalan ideology?? Jawabannya, cinta tidak akan sampai pada pembakuan tmenjadi ideology. Dia hanya sanggup dijadikan cara pandang (ontology). Karena cinta sudah lebih dulu diterima oleh seluruh mahluk (bukan saja manusia) sebagai nilai kehidupan. cinta sebagai cara pandang, sudah dijalani oleh mahluk hidup secara berkesinambungan. Hanya saja sebagian besar manusia sebagai mahluk berpikir  belum menyadari hal ini. Contoh, seorang karl marx begitu terpuruk tanpa Jenny istri nya. Yang dibilang karl marx dengan tertindas dan tersiksa adlah bukan pada pengklasifikasian kelas, tapi ada pada kehilangan cintanya (jenny) dan Diakhir hayat banyak puisinya untuk memuja jenny. Demikian pula seekor hewan menganut cara pandang cinta. Mereka sejatinya akan berdamai dengan hewan selain mereka, jika tidak diusik. Berdamai disini kupahami sebagai sebuah bentuk aplikatif dari nilai Cinta. Sebatang pohon pun akan demikian, ketika kita merawat mereka, memberi pupuk dan member air sesuatu kebutuhan, maka dengan sendirinya pohon itu akan berbagi apa yang dia punya kepada kita seperti buahnya. Selain itu juga sebatang pohon pun sanggup berbagi cinta dengan hewan lainya, minimal member makan dan tempat untuk berteduh.

I.                     Alam Adalah WUJUD Cinta
Setiap aku mendengar kata alam, maka yang kupahami adalah Bumi dan langit. (Ary Toteles)
Jika alam sering diandaikan sebagai sebuah rumah, maka Langit adaah atap alam, dan bumi (tanah) sebagai alas. Aku memandang langit sebagai bapak, dan bumi adalah ibu.
Kenapa Langit Sebagai Ayah? Karakter sejati seorang ayah adalah melindungi rumah dan seisinya. Mencari nafkah untuk anak dan istri, member naungan untuk anak dan istri. Begitupun langit selalu melndungi Isi bumi dari energy  matahari dengan lapiran atmosfernya sehingga bumi (ibu) mendapat keseimngaan untuk mememelihara penghuni alam  (rumah). Memberi naungan bagi seluruh penghuni alam.
Kenapa bumi menjadi ibu? Karakter ibu sejati adalah member kasih sayang kepada anak, menyusui (kehidupan), member kehangatan (kehidupan), memngajarkan anak (ilmu), dan selalu member apa yang dikehendaki anak (kebahagiaan). Begitu pula yang dilakukan bumi kepada penghuni alam. Pohon tumbuh diatas bumi, samudra mengaliri bumi, manusia berpijak pada bumi, semua mahluk pun demikian. Bahkan burung yang terbang pung akan menghampiri bumi jika hendak istrirahat. Bumi tak pernah mengeluh kepada manusia, bahkan dalam keadaan marah (bencana) adalah pendidikan bagi mahluk agar menjaga dan merawat alam (rumah) mereka. Manusia, hewan, dan tumbuhan mendapat pendidikan dari bumi. Dalam al-qur’an, “
satu rumah dalam keseimbangan tugas masing-masing penghuni. Berbagi tanpa pamrih, maka itu yang dinamakan cinta. Yaaa cinta yang kupahami adalah ikhlas melayani dan memberi  kepada sesuatu yang kita cinta. cinta yang utuh dari langit (ayah) dan bumi (ibu) menjalani tugas dengan keseimbangan yang sempurnah bagai kedua pasnagan memadu cinta tanpa henti. Wujud cinta dari kedua pasangan (suami dan istri) adalah kesatuan utuh misalnya rumah tangga (dalam pengertian luas bisa berbentuk Negara, suku, agama, dan lainnya). wujud cinta dari hubungan langit (ayah/laki-laki) dengan bumi  (ibu/perempuan) adalah alam semesta menjadi satu kesatuan utuh. Kenapa alam? Karena alam adalah nama lain dari langit dan bumi atau cinta itu sendiri. Bagaimana buah cinta (alam)? Seperti sebuah rumah tangga, anak sebagai buah dari cinta. Lantas bagaimana dengan alam? Apa buktinya? Yah tetap saja kehidupan.  Keseimbangan cinta akan melahirkan anak. Lantas buah dari keseimbangan cinta (alam) itu apa? Tak dipungkiri buah dari keseimbangan alam (cinta) adalah kehidupan yang adil dan sejahtera.
                Nilai filosofis yang dihadirkan oleh alam kepada kita adalah bahwa Hubungan (disposesi) antara Langit dan bumi secara kesinambungan melahirkan kehidupan di muka bumi. Alam (cinta) itu akan utuh jika langit dan bumi terus berhubungan. Pesan kepada kita, bahwa nilai filosofis dari sebuah cinta adalah menjaga hubungan (disposesi) dengan sesuatu yang kita cintai.
Lantas apakah dengan jalan memiliki? Tidak harus memiliki. Karena secara nyata, Langit dan bumi yang kita lihat tak pernah bersentuhan. Bumi tak pernah menjadi pasak untuk langit, begitupun langit tak pernah berpijak (bersentuhan) dengan bumi. Artinya artinya keduanya tak pernah saling memiliki dalam pengertian bersama dan bersentuhan.
jika tidak memiliki, bagaimana kita menjaga hubungan itu? Langit dan bumi pun mengajarkan kita untuk menjaga hubungan dnegan tidak bersentuhan. Yang ada hanyalah sebuah kepercayaan. Disaat langit mengapung diudara, maka bumi percaya langit tak akan jatuh (runtuh) menimpa bumi. Selain itu, bumi pun percaya bahwa langit masih terus membantunya untuk menjaganya dari serangan (sinar matahari, meteor, benda-benda lainnya) dari luar luar angkasa. Dan itu terbukti selama ribuan tahun. Kita pun demikian, perl;u sebuah kepercayaan untuk menjaga hubungan (intiza) dengan sesuatu yang kita cinta/suka.


(renungan akhir, 01 desember  2011, ary toteles)

0 komentar:

Posting Komentar